Implikasi Pembiayaan Syariah Melalui Prinsip Mudharabah dan Musyarakah terhadap UMKM
Implikasi Pembiayaan Syariah Melalui Prinsip Mudharabah dan Musyarakah terhadap UMKM sebagai Pilar Pembangkit Kesejahteraan Umat
Ketika badai krisis keuangan global yang terjadi pada tahun 1997-1998 pada saat itu sangat dirasakan oleh banyak negara termasuk Indonesia. UMKM dapat mempertahankan eksistensinya dan mampu memainkan fungsi penyelamatan dibeberapa sub-sektor dibandingkan perusahaan berskala besar. Ketika terjadi fluktuasi nilai tukar, perusaahaan berskala besar yang secara umum selalu berurusan dengan mata uang asing sehingga berpotensi mengalami imbas krisis, sedangkan UMKM tidak terlalu tergantung pada pinjaman luar dalam mata uang asing. Dilansir oleh Badan Pusat Statistik menyatakan bahwa Indikator Ekonomi Makro Indoneisa mengenai Pertumbuhan PBD (Produk Domestik Bruto) diawali tahun 2002 mencapai 4,38% , tahun 2003 mencapai 4,88%, tahun 2004 mencapai 5,13%, tahun 2005 mencapai 5,62%, hingga pada tahun 2012 berhasil meraih angka 38,81% dari tahun sebelumnya 34,64% terjadi peningkatan sebesar 4,17%. Hal tersebut menunjukkan bahwa sektor UMKM menyumbang PBD (Produk Domestik Bruto) sekitar 60% dan menjadikan UMKM sebagai pilar utama perekonomian Indonesia dalam menghadapi masa krisis.
UMKM memiliki peranan yang penting bagi pembangunan dan pertumbuhan ekonomi sebagai pemberi sumbangan dalam perluasan kesempatan lapangan kerja dan peningkatan pendapatan. Sektor perdagangan berperan penting dalam kelancaran penyaluran arus barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, dan mendorong pembentukan harga yang wajar. Perdagangan mampu menciptakan masyarakat yang mandiri dan sejahtera karena ditopang oleh struktur yang aplikatif seperti Human Resources (SDM) hingga Natural Resources (SDA) yang bersumber dari kearifan lokal, tidak menggunakan barang impor sehingga ketika terjadi krisis inflasi, harga tidak terlalu berpengaruh terhadap pendapatan UMKM.
Mayoritas para pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah seringkali mengalami kendala dalam proses usahanya, salah satu kendala tersebut adalah permodalan. Mereka sangat sulit mengakses lembaga intermidiasi seperti perbankan, indikator permasalahan tersebut dikarenkan banyaknya persyaratan yang dikeluarkan pihak bank sehingga menyulitkan ruang gerak UMKM. Perlu diketahui bahwa dari seluruh bank yang menyalurkan kredit, tidak semuanya memiliki pengalaman dan kompetensi yang memadai mengenai UMKM. Ada beberapa bank yang selama ini hanya fokus terhadap penyaluran kredit korporasi. Kebanyakan sumber dana UMKM berasal dari modal sendiri mencapai 82,41% pada kelompok usaha mikro, dan 68,85% pada kelompok usaha kecil (Tambunan, 2012:138).
Permodalan dalam usaha sangatlah penting, sebab jika terjadi kekurangan dapat membatasi ruang gerak aktivitas usaha bagi pedagang kecil untuk mencapai tingkat pendapatan yang optimal. Jika permasalahan ini terus menerus terjadi, maka akan menghambat pertumbuhan UMKM.
Untuk mempertahankan kinerja UMKM, Bank Sentral telah mengeluarkan peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 14/22/PBI/2012 tanggal 21 Desember 2012 tentang Pemberian Kredit oleh Bank Umum dan Bantuan Teknis dalam Rangka Pengembangan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah. PBI tersebut mengamanatkan kepada bank agar pada tahun 2015 memberikan porsi kredit sekurang-kurangnya 5% kepada UMKM dari total kredit atau pembiayaan yang dikucurkan. Bahkan pada tahun 2018 rasio kredit atau pembiayaan terhadap UMKM ditetapkan paling rendah 20% dari total kredit atau pembiayaan. Perhatian Lembaga Keuangan terhadap UMKM semakin baik, namun demikian, perbaikan harus terus-menerus menjadi perhatian. Tidak hanya dari sisi kuantitas nilai kredit yang harus ditingkatkan, namun dari sisi kualitas pun perlu diperhatikan. Di tengah terpuruknya Lembaga Keuangan konvensional akibat tekanan krisis moneter, Lembaga Keuangan Syariah justru berkembang dengan pesat dan mampu menunjukkan eksistensinya sebaagai sebuah lembaga keuangan yang handal.
Melalui Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang menangani pembiayaan usaha-usaha kecil. LKM tersebut dibagi menjadi 2 kelompok yaitu Lembaga Keuangan Bank seperti BRI unit Desa, BPR dan Badan Kredit Desa (BKD). Lembaga Keuangan Non Bank seperti Koperasi, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Baitul Maal wat Tamwil (BMT).
Baitul Maal wat Tamwil (BMT) menggunakan prinsip syariah yang berlandaskan hukum Islam dalam memberikan pembiayaan untuk kegiatan usaha. Prinsip pembiayaan tersebut antara lain menggunakan bagi hasil atau mudharabah, penyertaan modal atau musyarakah, prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntunga atau murabahah, atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah) atau dengan pilihan pemindah kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtiqna). Hadirnya BMT adalah untuk membantu para UMKM terbebas dari system ijon dan merupakan sebuah peluang besar bagi indikator kesejahteraan umat karena semakin meningkatnya jumlah UMKM.
Praktik ideal dengan model pembiayaan syariah sebaiknya diarahkan menuju prinsip bagi hasil yang menekankan kepada pola hubungan partnership antara pihak pemodal dan nasabah, yang dalam hal ini model pembiayaan Mudharabah (kemitraan pasif) dan Musyarakah (kemitraan aktif) menjadi alternativ pembiayaan yang ideal. Dibandingkan dengan akad jual beli, pembiayaan dengan akad bagi hasil ini akan memberikan kebermanfaatan yang lebih besar untuk seluruh lapisan masyarakat dengan memperkecil resiko yang terjadi ketika prinsip tersebut tidak dilakukan dengan hati-hati. Melalui prinsip Mudharabah dan Musyarakah yang dinilai dari aspek aset, omset, dan laba para UMKM dapat merasakan implikasi yang signifikan.
Dengan Pembiayaan Mudharabah maupun Musyarakah, aset yang dimiliki UMKM selalu mengalami pertumbuhan, hal ini menunjukkan bahwa pembiayaan yang disalurkan kepada UMKM dikelola dan dipergunakan dengan baik. Kemudian dari aspek Omset yang selalu meningkat, pertumbuhan ini dipicu karena UMKM mampu menjaga harga jual tetap stabil. Selanjutnya, dari aspek peningkatan Laba, peningkatan ini menunjukan bahwa pembiayaan yang disalurkan berdampak terhadap pertumbuhan laba pedagang karena hasil pengembalian dari penjualan dan investasi dengan modal yang memadai serta didukung oleh volume penjualan yang baik membuat laba yang dimiliki UMKM meningkat. Hal tersebut menunjukkan trend postif bagi perkembangan indikator ekonomi makro di Indonesia.
Post a Comment