Metode Pengobatan Stem Cell Menurut Perspektif Hukum Islam
Metode Pengobatan Stem Cell Menurut Perspektif Hukum Islam
Kemajuan teknologi di bidang kedokteran semakin maju, sehingga berbagai metode baru dalam penyembuhan penyakitpun mulai terungkap. Metode konvensional, yang beriorientasi pada penyembuhan penyakit dengan menggunakan obat-obatan kimiawi, pada satu sisi memang berhasil mengurangi gejala sakit utamanya, namun ternyata telah menghancurkan fungsi organ-organ tubuh lainnya.[1] Meski telah memanfaatkan obat dewa yang mahal dan langka sekalipun realitasnya jumlah korban dan pasien meninggal akibat penyakit-penyakit yang sulit disembuhkan seperti diabetes melitus, jantung, ginjal, kanker, down syndrome, parkinson dan lain-lain dari tahun ke tahun terus meningkat.
Namun di era modern Salah satu metode penyembuhan yang di yakini sangat manjur adalah metode pengobatan yang disebut dengan stem cell. Stem cell merupakan teknologi penyembuhan yang salah satu bahan dasarnya berasal dari sel inti embrio manusia yang ditransplantasikan pada organ tubuh yang rusak atau gagal fungsi. Sel inti itulah yang memiliki daya regenerasi dan penyembuhan terhadap organ-organ disfungtif. Jika sel tersebut ditempelkan kepada tulang itu menjadi utuh. Jika sel itu ditempelkan kepada jantung yang mengalami kerusakan fungsi, maka sel-sel itupun akan meregenerasi sel-sel rusak di jantung sehingga menjadi normal kembali. Demikian dengan organ-organ tubuh yang lainnya.[2]
Penggunaan metode penyembuhan stem cell merupakan terobosan baru yang memberi keuntungan dan keselamatan bagi manusia. Namun demikian, selain berpotensi menyembuhkan yang luar biasa, teknologi ini juga ternyata menyimpan dampak negatif yang berbahaya. Yang dimana bahan dasar stem cell yang digunakan diantaranya berasal dari sel induk atau sel inti embrio manusia beberapa bahan dasar lain yang berbahaya bagi manusia. Misalnya menggunakan plasenta bayi atau sel darah yang ada di plasenta bayi. Faktor inilah yang memicu timbulnya berbagai problem, apalagi jika dihadapkan pada konteks agama.
Stem cell yang bersumber dari manusia, yang pertama diambil dari embrio. Sasarannya adalah sel-sel embrio yang masih berumur sekitar 4-7 hari/pada masa pembuahan.[3] Stem cell ini dapat terspesialisasi menjadi berbagai jenis sel, seperti sel-sel darah, sel-sel otot, sel-sel hati, sel-sel ginjal dan lain-lain. Sumber stem cell ini disebut dengan embrynal stem cells (ESC). Kedua diambil dari sel induk dewasa atau adult stem cells (ASC). Sel ini biasanya ditemui pada darah tali pusar (Unbilical cord blood/UCB), sumsum tulang (bone marrow/BM), dan darah tepi (perifer blood/PB). Untuk darah tali pusar dan ari-ari (plasenta) bayi yang baru lahir. Selain pada darah tali pusar, sumsum tulang dan darah tepi, sebenarnya diseluruh tubuh manusia terdapat sel induk, namun dari tiga tempat itulah, sel induk lebih mudah diperoleh.
Sebagai teknologi yang efektif menyembuhkan, Informasi tentang plasenta bisa menjadi sumber stem cell, memunculkan sejumlah perusahaan dan klinik untuk memanfaatkan plasenta tersebut. Prilaku ini diikuti pula dengan banyaknya sebagian masyarakat yang menawarkan plasenta ke perusahaan dan klinik. Keadaan ini diperparah dengan munculnya sumber stem cell yang jauh lebih efektif, tetapi jauh lebih mengerikan, yaitu stem cell embrio manusia pada fase blastocyst (pembuahan). Stem cell embrio adalah stem cell yang ada dalam embrio manusia, yang merupakan cikal bakal bayi. Sel induk bakal bayi itulah yang diambil untuk digunakan dan dikembangkan menjadi sel-sel organ atau jaringan sel bagi pasien-pasien yang mengalami kerusak Pengaruh penggunaan stem cell embrio pada lingkup kecil adalah hilangnya hak hidup tau embrio. Kerena untuk mengambil sel punca dalam embrio, biasanya membingkar lapisan luar (dinding) dan mengambil sel induk, sehingga berakibat matinya sel induk sisa dalam embrio. Jika sel induk diambil sebagian besarnya, maka embrio dipastikan akan mati jika sel induk yang diambil hanya satu, embrio kemungkinan masih dapat bertahan hidup, asalkan cara mengambilnya dilakukan dengan teknologi dan kehati-hatian tinggi. Tetapi, efek dari pengambilan stem cell yang sudah dilakukan selama ini, nyaris tidak ada yang berhasil menyelamatkan embrio sisa. Kalaupun berhasil, hanya menyisakan bayi cacat, yang menimbulkan masalah baru bagi orang tuanya. Dampak berkelanjutan tersebut biasanya menjadi motif kuat bagi orang tua, untuk menggugurkan saja embrio bersel tidak lengkap itu.
Islam sebagai agama yang berdasarkan pada moral dan etika yang tinggi tentu saja tidak dapat melepaskan diri dari perbedaan pandangan tersebut. Berdasarkan cara pengambilannya jelas bahwa stem cell sangat bertentangan dengan moral dan etika karena untuk mengambil itu harus merusak dan membunuh embrio (jabang bayi) pada stemcell embrio. Oleh karena itu tindakan ini adalah tindakan pembunuhan. Allah SWT berfirman dalam surat al-Maidah ayat 32 :
Yang artinya “Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa: barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak diantara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan dimuka bumi” (al-maidah 32).
Hukum ini bukanlah mengenai Bani Israil saja, tetapi juga mengenai manusia seluruhnya. Allah memandang bahwa membunuh seseorang itu adalah sebagai membunuh manusia seluruhnya, karena seorang itu adalah anggota masyarakat dan karena membunuh seseorang berarti juga membunuh keturunannya. sebenarnya stem cell memiliki manfaat yang sangat besar, misalnya bisa mengobati berbagai macam penyakit antara lain : parkinson (pikun), kanker, dan penyakit-penyakit kelainan Genetis. Namun dipihak lain, penggunaan bahan dasar teknologi stem cell menyebabkan munculnya masalah-masalah baru, terutama dari segi moral.
Kajian ulama sampai saat ini tentang stem cell mendatangkan pandangan yang beragam yang berkisar pada segi moral dan etika, karena metode pengobatan stem cell biasanya menggunakan organ atau jaringan manusia sebagai bahan dasarnya. Kontroversi tersebut berkisar pada penggunaan stem cell embrio karena harus merusak atau membunuh (mengorbankan) embrio (cabang bayi) dalam proses pengambilannya.
Post a Comment